Dalam Islam setiap individu muslim memiliki tingkatan dan derajat yang berbeda-beda di hadapan Allah ta`ala. Ada di antara mereka yang masih dalam tataran sebagai seorang muslim, ada juga yang masuk pada kategori mukmin, dan bahkan ada yang masuk pada derajat seorang muhsin.
‘Seakan-akan engkau melihat Allah ta`ala’, merupakan derajat yang sangat mulia bagi mereka yang telah masuk pada tingkatan muhsin. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan kepada siapa saja yang bisa melakukannya baik dia seorang muslim maupun muslimah.
‘Seakan-akan engkau melihat Allah ta`ala’ adalah dalam setiap lini ibadah yang engkau kerjakan, baik ibadah yang bersifat lisan, hati maupun bersifat anggota badan.
Seakan-akan engkau melihat Allah ta`ala’ adalah engkau merasakan keagungan Allah dan engkau merasa senantiasa diawasi-Nya dalam setiap ibadah yang engkau kerjakan.
Berikut beberapa poin penting dalam pembahasan ini:
1) Ibadah menjadi pondasi
Sudah barang tentu tidak mungkin Allah akan menerima amal ibadah seseorang kecuali setelah memenuhi dua kriteria; bahwa ibadah yang dia lakukan ikhlas semata-mata hanya untuk mengharap ridha Allah ta`ala, dan apa yang dia kerjakan sesuai apa yang telah dicontohkan oleh nabi kita Muhammad shalallahu`alaihi wa sallam.
Jelas hal ini merupakan pondasi yang sangat mendasar untuk menggapai bahwa ‘engkau seakan-akan melihat-Nya’. Mustahil ada orang yang tidak beriman atau dia non muslim yang berbuat kebaikan kemudian bisa menggapai derajat tersebut.
Bahkan kita sebagai seorang muslim masih dituntut untuk senantiasa memperbaiki niat-niat kita dalam setiap gerak gerik amal shalih kita. Ketika kita berbuat kemudian teracuni sifat riya` sungguh itu akan mempengaruhi kualitas amal shalih kita, bahkan bisa jadi amal shalih tersebut tidak diterima oleh Allah ta`ala. Dan jangan pernah kita berputus asa untuk menambah amal ibadah kita dan terus juga kita memperbaiki niat-niat kita. Jangan sampai muncul ungkapan: “niat saja susah, lebih baik saya tidak beramal..?!!”, ungkapan seperti ini jelas ungkapan yang menyesatkan dan melemahkan iman kita, sebab kita hidup di dunia ini dituntut untuk memperbanyak bekal untuk akhirat kita, dan bekal tersebut adalah amal-amal shalih yang kita lakukan; kalau kita tidak beramal lalu apa yang akan menjadi bekal kita kelak ketika kita berdiri di hadapan Allah ta`ala pada hari kiamat nanti..?!!.
Diantara contoh ibadah lisan; berdzikir, beristighfar, membaca Al-Qur`an, ceramah agama dan lain sebagainya yang dilakukan oleh lisan kita. Sedang ibadah hati seperti; rasa takut kepada Allah, tawakkal, ikhlas, rasa cinta kepada Allah dan lain sebagainya. Adapun ibadah anggota badan diantaranya; mendirikan sholat, haji dan umrah ke baitullah. Termasuk juga ibadah yang bersifat harta dengan berinfak dan membayar zakat misalnya.
2) Alloh mengawasimu.
Engkau perlu melatih dan menanamkan dalam jiwa bahwa Allah senantiasa mengawasi segala tingkah laku, gerak gerik dan aktivitasmu, yang sering dikenal dengan istilah muraqabah.
Ibnul Qoyyim mengatakan: “Muraqabah adalah kelanggengan pengetahuan yang dimiliki oleh seorang hamba, dan keyakinannya bahwa Alloh mengawasi setiap aktivitas dhohir dan batinnya”.
Beberapa trik untuk melatih diri agar senantiasa merasakan pengawasan Alloh:
a) Engkau melihat apa tujuan dan keinginanmu sebelum melakukan ketaatan, kalau harapanmu untuk Allah maka engkau akan merasakan pengawasan-Nya, kalau tidak, maka tidak mungkin engkau merasa diawasi-Nya.
Hasan Al-Bashri pernah mengatakan: “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang teguh dengan keinginannya, jika dia melakukannya karena Alloh maka dia akan melaluinya dengan pengawasan-Nya, jika tidak karena-Nya, maka dia akan terlambat merasakan pengawasan-Nya”.
b) Engkau terus berusaha mengikhlaskan niat setiap ketaatan yang engkau lakukan.
Ibnu Qudamah mengatakan: “Pengawasan Allah yang akan dirasakan seorang hamba dalam ketaatannya adalah dia senantiasa ikhlas ketika beramal”
c) Engkau sadar akan pengawasan-Nya sebelum engkau berkeinginan melakukan kemaksiatan, sehingga engkau tidak jadi melakukannya.
Al-Qushari pernah berkata: “… sedangkan kemaksiatan itu bermacam-macam bentuknya, maka setiap hamba diperintahkan untuk mengetahui bahwa Allah melihatnya, ketika dia hendak bermaksiat dan dia tau betul bahwa Allah melihatnya dalam setiap gerak geriknya, dan dia yakin betul bahwa Allah juga mengetahui segala yang tersembunyi dalam hatinya, -ketika kondisinya seperti ini- sungguh hamba tersebut akan menjauh dari kemaksiatan tersebut dan meninggalkannya”.
d) Engkau sadar bahwa Allah mengawasimu dari kemaksiatan yang telah engkau lakukan dengan bertaubat kepada-Nya.
Ibnul Qoyyim mengatakan: “Pengawasan Allah kepadamu ketika engkau bermaksiat adalah dengan bertaubat, menyesal, lalu meninggalkannya dengan tidak mengulangi”.
e) Engkau merasa diawasi Allah dalam amalan-amalan yang mubah, sehingga engkau akan bersyukur kepada-Nya dan tidak berlebih-lebihan.
Ibnul Qayyim juga pernah mengatakan: “Pengawasan Allah dalam hal yang mubah adalah engkau menjaga adab dan bersyukur atas kenikmatan, karena setiap hamba pasti mendapatkan kenikmatan dan wajib baginya untuk mensyukurinya”.
3) Sungguh Allah melihatmu.
Inilah yang menjadi bagian dari keimanan seseorang kepada Allahta`ala, yaitu menetapkan sifat bagi-Nya. Bahwa Allah adalah satu-satu Dzat Yang Maha Melihat. Maka ketika engkau tidak bisa melihat Allahta`ala maka yakinlah bahwa Allah melihatmu.
Disaat Rasulullah shalallahu`alaihi wa sallam bersabda yang artinya:“Hendaknya engkau beribadah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak bisa melihat-Nya, ketahuilah bahwa Dia melihatmu”.
Imam Nawawi mengatakan: “Jika engkau tidak bisa melihat-Nya, maka teruslah beribadah dengan sebaik-baiknya karena Dia melihatmu”.
4) Wasiat para ulama
Berikut beberapa nasihat para ulama mendorong kita agar seakan-akan kita melihat-Nya dalam setiap aktivitas ibadah kita.
Ibnul Mubarak pernah menasihati seseorang: “Hendaknya engkau selalu merasa diawasi Allah!”, kemudian orang itu bertanya apa maksudnya, lalu beliau berkata: “Hendaknya engkau selalu merasa bahwa engkau seakan-akan melihat Allah”.
Abu Hafs juga pernah menasehati Abu Utsman: “Jika engkau sedang duduk-duduk dengan orang lain hendaknya engkau menjadi penasihat untuk diri dan jiwamu, dan jangan sekali-kali engkau tertipu dengan pertemuanmu dengan mereka, karena mereka akan mengawasi sisi dhohirmu dan Allah akan mengawasi sisi batinmu”. Wallahu`alam.
sumber http://www.belajarislam.com/seakan-akan-engkau-melihat-nya/
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungannya, silahkan isikan komentar Anda untuk kemajuan Blog ini. Jika Anda menyukai artikel ini, silahkan Copy Paste Artikel ini jika dianggap bermanfaat, tetapi dengan menyertakan Link Sumbernya (link hidup).